Jumat, 07/01/2011 08:23 WIB
Jakarta - Jakarta sebagai ibukota, pusat pemerintahan, dan sekaligus sentral denyut nadi perekonomian negara memang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang. Pada umumnya, para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia datang ke Jakarta dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup. Jumat, 07/01/2011 08:23 WIB
Mengubah Wajah Pemukiman Kumuh Menjadi Layak Huni
Purna Cita Nugraha - detikNews
Jakarta - Jakarta sebagai ibukota, pusat pemerintahan, dan sekaligus sentral denyut nadi perekonomian negara memang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang. Pada umumnya, para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia datang ke Jakarta dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup.
Dengan luas wilayah yang relatif stabil, arus urbanisasi yang tidak terbendung ini tentu saja menimbulkan berbagai masalah seperti kepadatan penduduk dan kebutuhan lahan pemukiman akan meningkat. Masalah-masalah ini kemudian yang ikut menyumbang tumbuhnya kawasan kumuh diJakarta.
Kawasan kumuh merupakan bagian yang sering terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama ini berupaya menanggulanginya dengan mencoba mengubah wilayah kumuh tersebut menjadi kawasan hijau.
Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan target pemenuhan luas RTH (Ruang Terbuka Hijau) menjadi 30 persen dari luas wilayah Jakarta, sebagaimana tertuang dalam draf Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) DKI Jakarta tahun 2010-2030. Dengan kata lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana melakukan penataan dan pengembalian fungsi lahan hijau melalui pembebasan lahan.
Cara seperti ini sering disebut dengan peremajaan kota. Namun, penulis khawatir bahwa upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini menjadi kontra produktif karena upaya tersebut dilakukan untuk menghilangkan pemukiman kumuh namun tidak didukung dengan pembentukan pemukiman baru di tempat lain.
Belajar dari Cape Town
Kota Cape Town sebagai kota kedua dengan jumlah penduduk terbesar di Afrika Selatan juga mengalami masalah yang sama dengan Jakarta. Selain alasan bahwa Cape Town merupakan tujuan wisata yang paling terkenal di benua Afrika dan di dunia, Cape Town juga menjadi daya tarik arus urbanisasi dari daerah lain karena pelabuhannya yang terkenal, mining industry dan boomingnya pasar real estate, serta perhelatan akbar World Cup FIFA 2010 menjadi pertanda giatnya aktivitas perekonomian yang terjadi di kota ini.
Arus urbanisasi yang masif tersebut diperparah dengan kemiskinan di kalangan penduduk kulit hitam yang merupakan warisan dari politik Apartheid. Hingga kini, masih terlihat perbedaan yang mencolok mengenai tingkat kesejahteraan antara warga kulit putih dan warga kulit hitam. Walaupun hal ini dapat dimaklumi karena warga kulit hitam baru mulai bangkit sejak rezim Apartheid resmi berakhir pada tahun 1994.
Oleh sebab itu, sampai saat ini warga kulit hitam masih harus mengejar ketertinggalan mereka, khususnya di bidang ekonomi dan pendidikan. Kemiskinan dan ketidakmampuan dalam bersaing membuat warga kulit hitam tersisih dan terpaksa bermukim secara tidak teratur di pinggiran kota. Pemukiman liar atau kumuh (shack settlements) ini biasa disebut dengan nama townships.
Selama rezim Apartheid, warga kulit hitam yang tidak boleh masuk dan tinggal di dalam wilayah yang diperuntukkan hanya untuk warga kulit putih, dipaksa untuk pindah ke townships. Hal ini dapat dilakukan karena adanya regulasi Group Areas Act yang memungkinkan pemerintah Apartheid untuk melakukan hal ini. Perpindahan dari pusat kota ke townships terus berlangsung di Afrika Selatan sampai pasca-apartheid. Perbedaannya adalah bahwa di bawah rezim apartheid semua orang kulit hitam dipaksa untuk pindah ke townships sementara sekarang hanya warga miskin yang terpaksa tinggal di sana karena ketidakmampuan secara ekonomi.
Pemerintah Kota Cape Town berencana untuk mengubah lingkungan pemukiman kumuh (townships) menjadi pemukiman layak tinggal secara bertahap. Dengan slogan "from shack house to dignity", Pemerintah Kota Cape Town berupaya untuk mengubah wajah pemukiman kumuh menjadi pemukiman yang terpadu. Nantinya rumah-rumah kumuh tersebut secara bertahap akan berubah menjadi rumah sederhana yang mendapatkan fasilitas lengkap, seperti listrik, air bersih, toilet/MCK (basic services). Rumah-rumah sederhana tersebut dibangun oleh pemerintah kota dan akan dijual kepada warga townships dengan harga yang murah.
Untuk mendukung rencana tersebut, Pemerintah Kota menyediakan dana 5% (persen) dari jumlah anggaran tahun 2010/2011 yaitu sebesar R 1,1 triliun (Rand) untuk membantu masyarakat miskin agar dapat mengakses basic services. Selain itu, Anggaran Kota Cape Town tahun 2010/2011 yang telah disetujui oleh Dewan Kota, akan difokuskan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, sebagai upaya untuk membantu masyarakat Cape Town yang paling membutuhkan.
Saat ini, pemukiman kumuh (townships) di Cape Town memperoleh air bersih dan listrik secara gratis dalam jumlah yang terbatas dari Pemerintah Kota Cape Town. Untuk keperluan MCK disediakan juga 1 toilet per 5 rumah tangga sebagai pemenuhan terhadap standar minimum nasional. Beberapa rumah kumuh (shack settlement) secara bertahap sudah berubah menjadi rumah sederhana yang layak tinggal.
Affirmative Action
Mencermati permasalahan pemukiman kumuh di Jakarta memang tidak mudah dan perlu waktu, namun untuk permasalahan pemukiman kumuh tersebut bukan tanpa solusi. Menurut penulis, daripada keuangan daerah digunakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membebaskan lahan dengan cara membayar ganti rugi, lebih baik kemudian dana tersebut digunakan untuk melokalisasi pemukiman kumuh tersebut dan melakukan berbagai macam affirmative action untuk memberdayakan masyarakat di pemukiman kumuh.
Affirmative action tersebut dapat berupa pemenuhan basic services terhadap masyarakat di pemukiman kumuh dengan penyediaan air bersih, listrik, dan toilet/MCK. Setelah pemenuhan terhadap basic services, anggaran keuangan daerah dapat difokuskan untuk program-program pro-growth dan pro-job creation, dengan begitu masyarakat di pemukiman kumuh dapat memiliki penghasilan yang secara langsung akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan mereka.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selanjutnya dapat menggunakan anggaran keuangan daerah dalam membangun rumah sederhana untuk menggantikan rumah-rumah kumuh tersebut secara bertahap. Dengan penanganan yang bertahap dan terencana, penulis optimis bahwa masalah pemukiman kumuh di Jakarta nantinya dapat terselesaikan.
*) Purna Cita Nugraha, S.H., M.H. adalah Junior Diplomat yang sedang bertugas di KJRI Cape Town, Afrika Selatan.
(vit/vit)
Merry Christmas
Jumat, 07 Januari 2011
Mengubah Wajah Pemukiman Kumuh Menjadi Layak Huni Purna Cita Nugraha - detikNews
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar