Pariwisata
Rabu, 5 Januari 2011 | 08:41 WIB
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga berwisata ke Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, yang rusak akibat erupsi Merapi, Sabtu (1/1/2011). Libur pergantian tahun lalu, kawasan ini dikunjungi banyak wisatawan.
KOMPAS.com — Tak pernah terpikirkan sebelumnya, kawasan lereng Merapi di Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, akan seramai sekarang. Keganasan erupsi Merapi, yang berlanjut dengan banjir lahar dingin, seakan tertutupi hiruk-pikuk wisatawan dan lalu lalang kendaraan di semua ruas jalan desa yang menyaksikan dampak kedahsyatan letusan Merapi akhir November dan awal Desember lalu.
Ada banyak portal, ternyata. Dari bawah sampai atas ditarik uang.Pariwisata
Wisata Erupsi, Geliat Baru Merapi
Rabu, 5 Januari 2011 | 08:41 WIB
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga berwisata ke Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, yang rusak akibat erupsi Merapi, Sabtu (1/1/2011). Libur pergantian tahun lalu, kawasan ini dikunjungi banyak wisatawan.
KOMPAS.com — Tak pernah terpikirkan sebelumnya, kawasan lereng Merapi di Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, akan seramai sekarang. Keganasan erupsi Merapi, yang berlanjut dengan banjir lahar dingin, seakan tertutupi hiruk-pikuk wisatawan dan lalu lalang kendaraan di semua ruas jalan desa yang menyaksikan dampak kedahsyatan letusan Merapi akhir November dan awal Desember lalu.
Ada banyak portal, ternyata. Dari bawah sampai atas ditarik uang.
-- Rina
Tiga dusun tertinggi yang dekat dengan puncak Gunung Merapi, yakni Dusun Kinahrejo (Desa Umbulharjo), Kaliadem (Kepuharjo), dan Kalitengah Lor (Glahagarjo), kini menjadi daerah tujuan wisata paling favorit. Kawasan bencana berubah menjadi kawasan wisata.
Kinahrejo, daya tarik utamanya adalah rumah almarhum Mbah Maridjan. Meski tinggal puing-puing belaka, bekas rumah juru kunci Merapi ini menjadi salah satu tempat berfoto yang paling dituju wisatawan. ”Tujuan utama saya, ya Kinahrejo,” komentar Andre (26), saat berwisata ke kawasan Merapi baru-baru ini.
Meski demikian, lanjut Andre, dia bersama sejumlah temannya yang warga Kota Solo, Jawa Tengah, mengunjungi pula beberapa dusun di pinggir Kali Gendol, Kali Kuning, dan Kali Opak.
Kamera saku kecil menjadi andalannya untuk mengabadikan diri, berlatar belakang material lahar dingin pasir dan batu-batu besar. ”Ya, untuk kenang-kenangan,” ujarnya dengan tawa renyah, lalu memperlihatkan foto-foto dirinya.
Pasca-penurunan status Merapi, dari ”Awas” menjadi ”Siaga”—yang berarti semua penjuru dusun di lereng gunung aman didatangi—dusun-dusun di Desa Umbulharjo, Kepuharjo, dan Glagaharjo mendadak berubah, menjadi kawasan wisata. Demikian pula desa-desa di selatannya, seperti Wukirsari dan Argomulyo.
Pihak desa dan warga menangkap peluang itu. Sektor pertanian, peternakan, dan perikanan yang selama ini menjadi sumber nafkah warga dan saat ini kondisinya belum membaik, adalah pemantik warga untuk memanfaatkan kedatangan wisatawan, entah menjadi anggota pengelola sumbangan sukarela, penjaga parkir, atau menjadi pemandu wisata.
Portal-portal bambu dipasang di berbagai tempat dan dijaga sekumpulan warga. Kotak sumbangan sukarela yang dibawa dan disodorkan ke setiap kendaraan menjadi pemandangan umum. Agar lebih tertib, Desa Kepuharjo dan Umbulharjo pun berinisiatif membuat karcis masuk. Tarifnya Rp 5.000 per orang.
Selain di dua desa itu, banyak ”pintu karcis” terhampar di sejumlah sudut kampung lain. Hal ini membuat wisatawan, terlebih yang belum pernah ke lereng Merapi, semakin terkuras koceknya. Keluhan-keluhan pun dengan sendirinya bermunculan. ”Pengelolaannya kurang profesional,” kata Rina (28), warga Kota Magelang, Jawa Tengah.
Rina dan suaminya mengaku menghabiskan Rp 60.000 untuk bertamasya ke lereng Merapi. ”Ada banyak portal, ternyata. Dari bawah sampai atas ditarik uang,” keluhnya.
Uang yang dikeluarkan Rina itu jauh melebihi tarif resmi retribusi wisata Kaliurang. Di tempat tersebut, orang dewasa dan anak-anak hanya dikenai tarif, masing-masing Rp 2.000 dan Rp 1.000 sekali masuk. Jika hari libur, retribusi lebih mahal Rp 500. Khusus untuk kendaraan bermotor, tarifnya Rp 500 (sepeda motor) dan Rp 2.000 (mobil).
Pemulihan perekonomian
Dengan kunjungan rata-rata sekitar 1.000 orang per hari untuk Desa Umbulharjo, atau 500-1.000 orang per hari untuk Desa Kepuharjo, uang yang masuk ke pengelola kawasan itu sebenarnya lumayan besar, sekitar Rp 5 juta per hari. Menurut Sriyono, tokoh warga yang juga Kepala Bagian Pemerintahan Desa Umbulharjo, selama ini uang yang masuk itu digunakan untuk mendukung pemulihan perekonomian.
Demikian pula di Kepuharjo. ”Sangat berarti bagi kami. Uang ini akan kami gunakan untuk memulihkan roda kehidupan masyarakat,” papar Heri Suprapto, Kepala Desa Kepuharjo.
Heri, dengan besar hati, mengakui masih banyak kekurangan dalam melayani tamu. Namun, dia berkilah, pekerjaan yang digeluti warga saat ini benar-benar baru. ”Semua masih belajar dan tentu akan memperbaiki yang salah,” katanya.
Idealnya, seperti disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, Untoro Budiharjo, hanya ada satu pintu masuk (pemungutan retribusi) untuk kawasan Merapi. Dengan demikian, pengunjung merasa nyaman.
Mudah-mudahan rencana pembenahan kawasan wisata itu segera terealisasi sehingga pertengahan Maret 2011, Kaliurang dan lereng Gunung Merapi di Cangkringan hanya memiliki satu pintu penarikan karcis. (PRA)
Merry Christmas
Selasa, 04 Januari 2011
Wisata Erupsi, Geliat Baru Merapi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar