Tiga laki-laki bernama Warjo, Waliti dan Pardiyo, datang menggunakan sepeda motor. Setibanya di lokasi ketiganya langsung menghampiri para pengungsi dan relawan.
Waliti bertindak sebagai juru bicara. Waliti mengatakan, sebagai titisan Mbah Petruk, dia diamanatkan untuk menyampaikan pesan agar para warga yang menjadi korban letusan Merapi agar sebaiknya mengungsi ke daerah Klaten yang dianggap lebih aman.
"Saya ini titisan Mbah Petruk, Yogya akan saya bumi hanguskan karena Raja tidak menurut pada penguasa Merapi dan penguasa Pantai Selatan," ujar Waliti yang mengenakan batik lengan panjang sambil berteriak-teriak di depan para pengungsi.
Sambil mengacungkan salah satu jarinya, dia meminta warga tidak menyepelekan amanat yang dibawanya itu.
"Saya meminta warga untuk mengungsi di Klaten saja, karena akan selamat, sebab yang akan dibumihanguskan, oleh Mbah Petruk adalah wilayah Yogyakarta yang masuk di dalam wiyah kekuasaan Keraton Yogya," katanya dengan suara nyaring dalam bahasa Indonesia.
Dia lalu menyambung dengan bahasa Jawa. "Nek arep ngungsi neng Klaten wae, mesti slamet (Kalau mau mengungsi ke Klaten saja, pasti selamat)," katanya.
Aksi Waliti ini mencuri perhatian warga yang mengungnsi. Para relawan berusaha meminta Waliti agar tetap tenang. Waliti mencoba mengarah ke barak pengungsian, namun petugas buru-buru menghalaunya.
Pardiyo juga tak mau kalah untuk ikut berorasi. Dia mengatakan kepemimpinan SBY sudah tidak bisa dipercaya lagi.
"Kita tidak percaya pada kepemimpinan SBY. Yudhoyono suruh ke sini karena tidak bisa menyelesaikan krisis Merapi," ucap Pardiyo.
Mencegah aksi ini terus berlanjut, Tim SAR kemudian mengamankan ketiganya dan membawa mereka masuk ke dalam ambulans. Ketika diboyong menuju ambulans, Waliti yang mengaku sebagai titisan Mbah Petruk tersebut sempat memamerkan "kesaktian"-nya. Waliti sempat membeturkan keningnya di aspal, yang memicu ketakutan para warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar